Minggu, 29 Januari 2012

Fungsi berbagai macam tumbuhan


·        DAUN LUNTAS ( Plucheae indicae folium )

Daun luntas berfungsi menghilangkan bau badan atau bau tidak sedap.
Caranya :
Ambil 2 daun luntas dan air 3 gelas, di rebus hingga hanya menjadi 1 gelas . Setelah itu bubuhkan garam sedikit dan di minum setiap hari 1 gelas.

·        DAUN SALAM ( Syzygium polyanthum)


Daun salam berfungsi untuk obat asam urat dan kolesterol
Caranya :
Ambil 5,7,9, atau 11 daun salam dan ambil daun yang tua. Setelah itu ambil air 3 gelas dan di rebus sampai air menjadi 1 gelas. Di minum setiap hari.


·        DAUN JARAK ( Jatrophacurcas l )


Daun jarak getahnya berfungsi untuk obat sakit gigi dan bijinya untuk membuat minyak.


·        MAHKOTA DEWA ( Phalrea macrocarpa )


Mahkota dewa berfungsi untuk obat penyakit darah tinggi.
Caranya :
Buah mahkota dewa dibuka dan di kupas. Setelah itu di rajang tipis-tipis dan di keringkan. Lalu ambil air 3 gelas dan diambil buah yang telah kering sebanyak 1 sendok.

·        KUNYIT ( Curcuma domestica )


Kunyit berfungsi untuk membekukan darah, menutup luka, menghaluskan kulit, dan membantu peredaran darah.
Caranya :
Ambil kunyit ¼ kg. Lalu di cuci, di parut atau di geprek. Setelah itu di rebus dengan air 10 gelas menjadi 5 gelas. Dan boleh di tambahkan gula merah sesuai dengan selera. Setelah dingin di tambahkan jeruk nipis dan diminum 2x sehari.





·        MENGKUDU ( Morinda citrifolia )


Mengkudu berfungsi untuk obat darah tinggi, obat kolestrol dan asam urat.
Caranya :
Ambil buah yang belum matang. Lalu ambil air 3 gelas dan mengkudu dengan jumlah 5,7,9 atau 11. Bubuhkan garam, gula dan jahe seperlunya. Lalu di rebus menjadi 1 gelas.
·        SERAI (Cymbopogon nardus)

Serai, jahe dan lengkuas di rebus dengan air 3 gelas berfungsi untuk menyembuhkan penyakit rakhitis (penyakit tulang).
·        LENGKUAS (Alpinia galanga), JAHE (Zingiber officianale rose), KENCUR (Kampferia galanga)


Ketiga komponen tersebut berfungsi untuk mengempeskan pembekakan.
Lalu di tambahkan jahe merah dan air 3 gelas lalu di rebus menjadi 1 gelas berfungsi sebagai                 :
a. Sebagai penghangat tubuh
b. menghilangkan sakit asma

·        KUMIS KUCING (Orthosiehon stamineus)

Kumis kucing berfungsi untuk melancarkan buang air kecil, mencegah sakit ginjal, dan mencegah kencing batu.
Caranya :
Kumis kucing direbus dengan air 3 gelas di tambahkan garam dan gula, sehingga menjadi 1 gelas.

·        DAUN YODIUM (Jatropha multifida l)

Daun yodium berfungsi menutup luka dengan mengggunakan getahnya. Apabila terdapat luka bisa diberi getah daun yodium.

·        DAUN MIANA (Coleus atropurpureus benth)
Daun miana berfungsi untuk membersihkan darah, melancarkan peredaraan darah dan melancarkan air susu.
Caranya :
Daun miana di rebus dengan air 3 gelas sampai menjadi 1 gelas.

·        LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasclata)

Berfungsi untuk mengurangi polusi udara sehingga di letakan di dekat jalan-jalan atau parit-parit untuk mengurangi bau tidak sedap. Serta untuk menawarkan racun.

·        ASOKA (Saraca asoca)
Asoka berfungsi untuk mengurangi kadar gula dalam darah.
Caranya :
Daun asoka di rebus dengan air 3 gelas sampai menjadi 1 gelas.

·        DAUN SELEDRI (Apium graveolens)

Daun seledri berfungsi untuk menurunkan penyakit darah tinggi.
Caranya :
Daun seledri di rebus dengan air 3 gelas sampai menjadi 1 gelas.

·        KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis l)

Tumbuhan ini berfungsi untuk menghitamkan rambut.
Caranya :
Daun kembang sepatu di rebus dengan air 3 gelas sampai menjadi 1 gelas, lalu di gunakan saat mandi dan diusapkan di bagian rambut.

·        BUGENVIL (Bougainvillea glabra)
Berfungsi untuk mencegah penyakit rakhitis (tulang).
Caranya :
Daun bugenvil di rebus dengan air 3 gelas dan jahe serta daun sop (daun seledri), setelah itu di rebus hingga menjadi 1 gelas.

·        SAWO (Manilkara kauki)

Buah sawo berfungsi untuk obat muntaber.
Caranya :
Ambil buah sawo yang muda lalu di parut dan diperas airnya. Setelah itu diminum secara teratur.

·        DAUN APOKAT (Persea americana)

Daun apokat berfungsi untuk obat asam urat, kolestrol, dan darah tinggi.
Caranya :
Ambil daun apokat dan direbus dengan air 3 gelas sampai menjadi 1 gelas.


cerpen hantu pohon nangka


Semua orang di rumahku sudah tahu, aku mudah sekali takut pada hal-hal sepele. Misalnya pada kecoa, atau pada kucing kecil tetanggaku. Bahkan bila ada tamu tak dikenal melangkah masuk ke rumahku, aku terbirit-birit berlari mencari Mama sambil berteriak, "Mama ada orang asing datang!" jantungku kemudian akan berdebar kencang, keringat dingin keluar.
Anehnya kejadian demi kejadian terus berlanjut tanpa aku bisa mengerti mengapa aku menjadi penakut. Adik bungsuku pun gemar mengejekku dengan nyanyian, "Mas Aver penakut Mas Aver penakut…"
Bagaimana dengan cerita-cerita horor, film hantu, vampire ? Jangan ditanya! Aku tak berani samasekali menontonnya. Padahal kata Pak Ustadz Agus guru mengajiku,
"Bila kamu yakin akan keberadaan Tuhan Yang Maha Perkasa, semua rasa takut tentu tak akan mengusik hati kita. Hati kita tidak akan pernah gentar."
"Bahkan ada manusia-manusia terpilih yang dapat mengalahkan ketakutan mereka seperti yang terjadi pada Nabi Sulaiman", lanjut Pak Agus.
Sejak itu aku sering menghadiri pengajian Pak Ustadz Agus di TPA dekat rumahku. Aku tidak peduli pada ocehan adikku tentang hantu yang bercokol di pohon nangka di depan teras rumahku.
Ya, adikku, Aji, sering sekali berceloteh bahwa di atas pohon nangka kami ada penunggunya. Wajahnya seram, berkepala botak, bertubuh tinggi besar kira-kira dua meter. Katanya si penunggu itu terlihat ngambek bila anak-anak kecil naik ke pohon itu dan mematahkan ranitng-ranting pohon atau menggores-gores buah nangka yang belum ranum.
"Kau pikir aku akan takut dengan cerita-cerita khayalmu itu, Aji!" bentakku pada Aji. Tapi aku bingung juga memikirkan mengapa anak kecil seperti Aji sudah bisa berkhayal tentang hantu yang tinggi besar dan menakutkan. Apakah Aji benar-benar telah melihat hantu pohon nangka itu? Atau dia hanya ingin menakut-nakutiku saja?
"Betul lo Mas Aver. Sudah berkali-kali aku melihat hantu pohon nangka itu nongkrong di atas dahan yang berada di atas kamar Mas Aver " cerita adikku suatu hari.
"Lha, mengapa si hantu tidak mengajakmu bermain?" ledekku.
"Hantu itu memang sering turun dari pohon nangka. Ia lalu mengelilingi rumah, dan dia sepertinya tidak suka jika rumah berantakan. Makanya kamar Mas Aver harus bersih. Gawat lo, kalau kena marah hantu!" ancamnya. Wah, aku tertawa geli mendengar cerita Aji.
Sore yang agak mendung, membuatku merasa gerah. Musim hujan sudah tiba rupanya. Air hujan sering membasahi halaman rumahku, sehingga udara di bawah pohon nangka agak lembab. Harum buah nangka dan bau bakal buah nangka sering memasuki kamarku. Aroma yang khas disukai adikku, tapi aku tidak begitu menyukainya. Jam menunjukkan pukul 17.00. Hujan mulai turun rintik-rintik, menambah dingin suhu kamarku. Sesaat kemudian telepon di ruang tengah berdering, bergegas aku mengangkatnya.
"Hallo, sayang, ini Mama,  Mama dan Papa tidak bisa pulang sore ini. Nenekmu sekarang sedang dirawat di ruang gawat darurat…"
Wah, gawat nih, pikirku. Kedua orangtuaku belum pasti pulang malam ini. Hatiku menjadi gundah, karena malam ini adalah malam Jum'at Kliwon. Orang Jawa bilang malam yang penuh dengan hal-hal mistik. Waktunya hantu banyak bergentayangan. Akh, imanku mulai goyah lagi.
Malam semakin larut, jam menunjukkan pukul 23.00. Mama Papa belum juga datang. Aku dan Aji masih bangun. Karena bosan menunggu, akhirnya Aji menyalakan televisi. Aku masih membaca buku di kamar. Belum beberapa lama, tiba-tiba...pet! Lampu mati begitu saja, semua gelap gulita.
Aji berteriak memanggilku, akupun tidak kalah kerasnya berteriak memanggil Aji. Kami saling bersahut-sahutan. Kami berdua amat takut pada kegelapan. Untung saja, aku segera sadar! Masa aku harus takut pada kegelapan?
Tiba-tiba aku teringat pada hantu pohon nangka. Apakah ia akan muncul di kegelapan rumah kami. Tak terasa keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku.
"Cepat Mas, kita cari lilin " sela Aji setelah kami saling beremu.
Brak brak…
"Aduh!" tiba-tiba setumpuk buku menimpa Aji. Adikku merintih kesakitan.
"Aduh Mas… tolong! Kepalaku sakit, berdarah Mas! Berdarah, tolong!"
"Sabar Aji, ya…ya… akan kutolong."
Aku meraba-raba dinding rumah mencari korek api. Dan tentu saja aku harus mencari betadin karena luka Aji harus diobati. Tak berapa lama…Byaar! Lampu menyala terang sekali. Aku amat girang! Bergegas kuhampiri Aji. Buku-buku menumpuk berantakan di samping Aji, sementara adikku duduk bersimpuh kesakitan di lantai. Kuamati ia dengan teliti.
"Mana lukamu? Mana darahnya?" Aku mencari-cari darah di tubuh Aji. Akh ternayata tak ada darah setetespun yang keluar. Tak ada segores lukapun pada tubuhnya. Aji meraba-raba dahinya yang basah akibat kena tetesan air hujan.
"Wah, bocor" celetuk adikku.
Kami tertawa terbahak-bahak Namun tiba-tiba… pet ! Lampu mati kembali, … dengan terburu-buru kupeluk Aji.
"Ayo Ji, kita masuk kamar saja. Kita tidur saja…"
Terseok-seok kami berdua menuju kamar tidur, kudengar hujan di luar agak keras. Tiupan angin malam yang menggerakkan daun nangka terdengar jelas olehku. Bukankah sudah kukatakan dahan-dahan nangka itu tepat berada di atas kamarku. Seer…seer, bunyi dahan pohon nangka. Kami ingat tentang hantu pohon nangka. Tiba-tiba terdengar benda terjerembab jatuh di dekat ranjang kami. Hii…iihh! Kupejamkan mataku. Kututup telingaku dengan bantal, kuraih tubuh adikku, kurapatkan dekapan kami. Detak jantung kami berdegup cepat sekali. Akhirnya kami tertidur…
Keesokkan harinya kami terbangun, jam dinding berdentang enam kali. Kuhentakkan Aji.
"Aji.. ayo bangun, kita harus sekolah! ayo cepat, nanti kesiangan…"
"Eh, Mas, apakah tadi malam kita memakai selimut ini?" tanya Aji keheranan, sambil membukakan selimut tebal yang menyelimuti tubuh kami berdua.
"Kurasa tidak…'kan ini selimut Mama. Mengapa ada di sini?"
Segera aku berlari keluar kamar. Ha!? Orangtuaku pun belum pulang. Kunci kamar tamu masih tergeletak pada laci tempatnya. Aku bingung. Aji pun bingung…
"Kalu begitu, siapa yang menyelimuti kita ya…?" Aji bertanya. Aku memandang Aji, kami saling pandang. Lalu secara bersamaan kami berteriak sambil berlari menuju keluar rumah.
"Hantuuuu….!!!"
"Eit, eiit…apa-apaan ini, kalian berdua…?" sekonyong-konyong mamaku datang dari arah dapur. Saat itu juga aku lega. Lega sekali…..

cerpen


Dingin.

Gadis itu merapatkan jaketnya, menaikkan resletingnya. Pandangan matanya tak beralih dari danau yang menghampar di hadapannya. Dingin rantai ayunan yang digelantungi kedua tangannya menambah rasa dingin yang menggigiti kulitnya. Dingin besi bangku ayunan menembus celana jeans yang dipakainya, menambah rasa dingin yang makin menusuk. Meski begitu, ia tak pernah punya niat untuk bangkit dari ayunan dan mencari kehangatan.

Perih

Gadis itu mengusap dadanya, mengingat rasa sakit hatinya yang membuatnya lari ke danau ini dan merenung. Merenungi sebab-sebab mengapa hidupnya ini penuh dengan masalah. Ia stress. Depresi.

Orangtuanya memaksa dirinya untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal, termasuk dalam hal yang tidak mampu ia jalani. Adiknya selalu memfitnahnya dan menjadikannya orang yang selalu salah di mata kedua orangtuanya. Mereka kerap bertengkar hebat hingga tinju mereka berbicara. Sudah berkali-kali ia disumpahi mati oleh adiknya, dan ia pun melakukan hal yang sama. Ia harap adiknya tak pernah dilahirkan ke dunia ini.

Teman-temannya terlalu bergantung padanya, baik dalam masalah finansial maupun pelajaran. Ada PR, tugas, atau ulangan? Tanyalah jawabannya pada sang gadis. Kurang uang? Pinjamlah pada sang gadis. Tak harus dikembalikan kok. Begitu pendapat teman-teman si gadis. Siapa yang tidak depresi jika setiap hari selalu diperlakukan seperti itu?

``````````

Seorang pemuda sebaya sang gadis berjalan dalam kecepatan yang konstan ke tempat dimana sang gadis berada. “Mau teh?” tawarnya pada sang gadis. Tanpa bicara sang gadis mengambil mug yang disodorkan sang pemuda. “Doumo arigatou… thanks…,” ucapnya lirih. Tanpa bicara, sang pemuda mengambil tempat di ayunan sebelah sang gadis. Sang pemuda mengambil ancang-ancang, lalu berayun. Rambutnya beterbangan diterpa angin, tersibak, menunjukkan paras rupawan yang nampak cerdas, pengertian, dan menyenangkan.

“Kekanak-kanakan sekali, sudah bangkotan begini masih bermain ayunan seperti itu,” dengus sang gadis. Sang pemuda, masih terus berayun, tertawa lepas. “Ah, biar. Aku kan memang kekanak-kanakan. Lagipula aku baru tujuh belas tahun. Kau harus berayun juga. Rasanya menyenangkan,” sahut sang pemuda. “Menyenangkan apanya. Aku malah makin kedinginan kalau ikut berayun. Jaketku tipis, tahu,” bantah sang gadis. Sang pemuda mendadak menghentikan laju ayunannya, lalu menatap wajah sang gadis dalam-dalam.

“Kau masih dipusingkan akan semua masalahmu?” tanya sang pemuda khawatir. Sang gadis mengangguk. Terdiam. Angin malam perlahan bertiup. “Ceritakanlah hidupmu dengan cara yang tak pernah kau gunakan sebelumnya,” pinta sang pemuda. Sang gadis tidak bereaksi. Masih memandang lurus ke depan. Bibirnya masih tertutup. Sang pemuda ikut memandang lurus ke depan. Menatap kelamnya air danau di kegelapan malam.

Untuk beberapa lama, tiada suara yang keluar dari bibir kedua insan itu. Yang ada hanya suara alam. Paduan suara para jangkrik bersahut-sahutan, beradu dengan paduan suara para katak laiknya dua paduan suara yang sedang beradu vokal. Burung hantu ber-uhu-uhu lembut dari dahan pohon. Desir ombak danau turut meramaikan suasana. Bulan purnama bersinar terang. Seharusnya ini bisa menjadi malam yang sangat indah dan romantis. Seharusnya.

“Aku bagaikan hidup di dalam lubang yang dalam, gelap, dan dingin…,” desah sang gadis memecah keheningan. “Dimana tak ada cahaya maupun jalan keluar…,” sambungnya lirih. Sang pemuda menoleh, menatap wajah cantik sang gadis yang tertutupi oleh kepedihan dan kegalauan yang teramat sangat ruwet. “Mengapa tak ada jalan keluar dan cahaya?” tanya sang pemuda. Sang gadis menutup kedua matanya, lalu menjawab dengan pedih, “Karena aku sudah terlalu lama terjatuh ke dalam lubang itu. Seluruh jalan keluar dan jalan cahaya telah tertutupi oleh seluruh batu kesalahanku. Sungguh tak ada jalan…”

“Tiadakah orang yang mampu menyelamatkanmu dari lubang itu?” tanya sang pemuda. Sang gadis perlahan menggeleng. “Sepertinya tiada…,” bisik sang gadis. Bulir-bulir airmata berjatuhan, mengalir di pipinya. “Apa kau benar-benar percaya akan hal itu?” tanya sang pemuda lirih. Kata-kata sang gadis laiknya jarum tajam yang turut menggores-gores hatinya.

Sang gadis perlahan mengangguk. Air matanya terus berjatuhan, menganak sungai di pipinya. Sang pemuda bangkit dari ayunan, lalu berlutut di hadapan sang gadis. “Tapi percayalah padaku. Masih ada seorang pangeran yang akan menyelamatkanmu,” ucapnya sungguh-sungguh. Sepasang mata lembutnya bertemu dengan sepasang mata sembab sang gadis. “A… apa maksdmu? Si... siapakah pangeran pemberani itu?” tanya sang gadis terbata-bata, kaget. Sang pemuda meraup tangan sang gadis, menggenggamnya, dan memberinya kehangatan.

“Pangeran itu... adalah aku...,” jawab sang pemuda sungguh-sungguh. Ia mengecup tangan sang gadis. Tak disangka-sangka, sang gadis langsung menubruk sang pemuda, merengkuhnya erat dalam lengannya. “Kuharap… kuharap kau benar-benar akan menyelamatkanku, pangeranku…,” isak sang gadis. Isakan terus mengalir dari bibirnya. Kali ini bukanlah isakan sedih. Bukan isakan marah. Bukan pula isakan frustasi. Melainkan isakan haru dan bahagia.

Paduan suara para jangkrik dan katak menyanyikan senandung alam yang merdu. Suara uhu-uhu burung hantu meningkahi senandung paduan suara itu. Kunang-kunang berterbangan, sinar bulan purnama terpantul di permukaan danau, dan jutaan cahaya bintang dari jutaan tahun lalu berkilauan di angkasa, memberikan backsound dan efek visual alami nan indah luar biasa. Seindah perasaan kedua insan manusia yang berada di sana.